Sebenarnya proyek ini lahir atas inisiatif para personil Efek Rumah Kaca yang bosan membawakan materi lagu-lagu mereka dengan aransemen standar. Mereka menginginkan eksplorasi musikal yang lebih luas. Namun, formasi trio dirasa sangat terbatas untuk mewujudkan hal tersebut, ditambah kondisi Adrian Yunan Faisal (Bass) yang tak kunjung sembuh karena sakit. Salah satu metode yang dipilih dan paling masuk akal adalah perombakan formasi personel harus dilakukan dengan sesegera mungkin. Tujuannya? Memperoleh pasukan bertenaga segar untuk menjaga api kreatifitas tetap menyala. Kolektif Pandai Besi pada awalnya beranggotakan dua personil Efek Rumah Kaca--
| (Vokal, Gitar) dan Akbar Bagus Sudibyo (Drum)--ditambah beberapa teman musisi yang pernah membantu sebagai additional player ketika Efek Rumah Kaca manggung; Dito Buditrianto (Gitar), Andi Sabarudin pada gitar (Seaside, Whistler Post, Bite), Poppie Airil pada Bass (Bing, Zeke Khaseli & the Wrong Planeteers, Douet Mauet's), Muhammad Asranur pada Piano dan Keyboard (Max Havelaar, Monday Math Class), dan Agustinus Panji Mardika pada Trumpet dan Flute (Sound Solution, Old Paper, Los Javanian). Formasi ‘ramai’ ini membawa petualangan adonan musik baru yang lebih luas, komposisi musikalnya pun berjalan lebih lebar. Tidak cukup sampai di sini, untuk menambah daya serang, formasi ini semakin komplit dengan bergabungnya 3 biduanita, Irma Hidayana (Indie Art Wedding), Nastasha Abigail (Zeke Khaseli & the Wrong Planeteers) dan Monica Hapsari (Voyagers of Icarie) yang diplot untuk mengisi posisi ‘garda depan’.
Selain penampilan Pandai Besi yang memikat, ada seorang “personel” lain yang menarik perhatian. Dia hadir dalam wujud seorang anak laki-laki berusia sekitar 3 tahun. Tak ada raut wajah bingung, kikuk atau pun takut. Melainkan wajah sumringah yang selalu terhias. Dia adalah Angan Senja, anak semata wayang Cholil dan Irma, yang tampaknya mengerti dengan apa yang tengah dilakukan oleh kedua orang tuanya.
Di balik panggung sebelum konser dimulai, Biasanya Angan adalah seorang anak yang tak pernah bisa diam. Berlari-lari kesana kemari seolah tak kenal lelah. Sesekali bergabung dengan orang-orang dewasa yang berkali lipat usianya. Namun ketika di panggung, tampak percaya diri Angan diam berdiri di sebelah sang Ayah yang tengah menyanyi dan memainkan gitar. Dia sesekali sambil memainkan kecrekan tampak mengikuti gerakan Ayahnya. Tampak pula mulutnya ikut komat kamit merapalkan lirik lagu yang tengah dinyanyikan. Like father like son.
Formasi ini menelurkan album live sekaligus video dokumenter berjudul "Daur, Baur" di tahun yang sama (2013), dan banyak mendapat respon yang baik dari pemerhati/kritikus musik di Indonesia. Puncaknya, album ini masuk dalam daftar 10 besar rilisan lokal terbaik tahun 2013 versi Rolling Stone Indonesia. Majalah Tempo malah menempatkan Daur, Baursebagai album lokal terbaik.
Sukses merekam materi lagu terpilih mereka di Lokananta dengan metode crowdfunding dengan merilis album Daur, Baur, Pandai Besi mempromosikan video screening "Siar Daur Baur" di berbagai kota, melakoni konser di Jakarta, Solo, Malang dan Bandung, serta merilis video klip Laki-Laki Pemalu.
Sempat Dua anggota mereka (Cholil dan Irma) untuk absen dari band untuk melanjutkan study di Amerika. Namun anggota lain menolak untuk berhenti, karena Pandai Besi bukanlah Efek Rumah Kaca dan begitu pula sebaliknya. Kolektif ini sudah terlepas dari induk semang Efek Rumah Kaca, mereka sudah berdiri sendiri. Monica Hapsari dan Nastasha Abigail mengisi kekosongan vokal dengan corak baru yang lebih eksperimental.
Terdapat banyak sekali cara untuk melahirkan sebuah band, namun tidak banyak pula sebuah band terlahir dengan metode ‘tidak biasa’ seperti ini. Formasi yang fresh ini sudah siap menggodok materi baru di dalam studio dan dalam waktu dekat akan merilis video musik terbarunya. Mari kita tunggu gebrakan Pandai Besi berikutnya di tahun ini.
“Kelompok musik ini membawa lagu-lagu Efek Rumah Kaca ke tataran yang belum pernah mereka gapai: gelap, satir, penuh emosi, dan liar.” - Tempo
“Andaikan Pandai Besi adalah band baru dan ini adalah materi lagu baru, maka Daur, Baur akan menjadi album debut Indonesia terbaik sejak album pertama Efek Rumah Kaca.” - Rolling Stone Indonesia
“Setiap detik suara di album ini harus didokumentasikan dengan baik supaya generasi-generasi instant bisa tahu pada era ini ada juga musik pop yang memang solid dan berkarakter kuat.” - Deathrockstar.info
“Suara lirih Cholil Mahmud adalah drama tersendiri, musiknya diaransemen lebih kaya dan megah. Debu-Debu Berterbangan adalah angelic voice, Desember serta Melankolia menyuguhkan lapisan orkestrasi. Bahkan Di Udara menjadi begitu panjang dan penuh choir. Proses daur ulang ini membuat semuanya sungguh berbeda. Gemilang.” - TraxMagz
“It excites you with all the new details while you can still feel the sense of familiarity as you vaguely trace the original notes.” - svanapaper.com
"Ini adalah sebuah oase bagi industri musik Indonesia dan itu adalah karya yang tidak dapat dibantah lagi." - Kapanlagi.com
“The whole album is littered with welcome surprises. Virtually every track ends up far from where it began. Perhaps the best thing to be said about Pandai Besi is that the band sounds like it exists as its own entity, without the baggage of its main, more famous, persona. The songs make their original versions feel like demos.” - the jakarta globe
Adrian Yunan Faisal | Cholil Mahmud | Akbar Bagus Sudibyo
|
Poppie Airil |
Muhammad Asranur |
Angan Senja |
Nastasha Abigail dan Monica Hapsari |
Dito Buditrianto (kanan) |